Tuesday, March 6, 2007
Central Jakarta 06.59
Ini pohon yang teduh, aku menunggu…
Si pemutar lagu mendendangkan irama rindu
Si hebat tak berkabel terus mengantarkan surat yang menggodaku
Menguak kenangan dan terus menampar keteguhan yang kubangun
Aku tak pernah mengerti senyummu
Apa itu kiasan, apa itu celaan, ataukah pertanda…
Tapi apa pedulimu…
Aku pun tak peduli pada perasaanku
Sepertinya aku mati rasa…
Yang tersisa hanya hasrat dan kenangan
Aku dilumpuhkan oleh godam di masa lalu
Sebuah idiom yang aku pernah berjanji untuk tinggalkan
Sepertinya, petuah si pengantar pintu surga tak lagi kudengarkan
Kebekuan hati ini selalu mencair karena keinginan pribadi
Meskipun kamu tak peduli dan aku tak tahu apa kamu pernah peduli
Atau akan peduli lagi padaku…
Aku rindu…
Di titik derajat yang melintang dan membujur di belahan dunia ini
Ya…
Aku rindu hadirmu…
Si pemutar lagu mendendangkan irama rindu
Si hebat tak berkabel terus mengantarkan surat yang menggodaku
Menguak kenangan dan terus menampar keteguhan yang kubangun
Aku tak pernah mengerti senyummu
Apa itu kiasan, apa itu celaan, ataukah pertanda…
Tapi apa pedulimu…
Aku pun tak peduli pada perasaanku
Sepertinya aku mati rasa…
Yang tersisa hanya hasrat dan kenangan
Aku dilumpuhkan oleh godam di masa lalu
Sebuah idiom yang aku pernah berjanji untuk tinggalkan
Sepertinya, petuah si pengantar pintu surga tak lagi kudengarkan
Kebekuan hati ini selalu mencair karena keinginan pribadi
Meskipun kamu tak peduli dan aku tak tahu apa kamu pernah peduli
Atau akan peduli lagi padaku…
Aku rindu…
Di titik derajat yang melintang dan membujur di belahan dunia ini
Ya…
Aku rindu hadirmu…
march, 5th 2007
Labels: poet